Cilacap – DPRD Kabupaten Cilacap, dalam hal ini Komisi D kembali menggelar audensi tentang permasalahan tuntutan Federasi Serikat Buruh Migas Cilacap (FSBMC), di ruang rapat paripurna lantai 1 gedung DPRD Cilacap. Rabu(8/2/2023).

          Sesuai janjinya DPRD Cilacap telah mengundang seluruh stakeholder terkait tuntutan buruh (FSBMC), untuk dapat didengarkan argumennya masing-masing, dan mencapai kesepakatan. Segala upaya yang dilakukan DPRD Cilacap, tak lain untuk memberikan fasilitas sekaligus menjadi mediator, dalam perselisihan buruh dan perusahaan alih daya PT. Ardina Prima.

          Hadir pada audensi tersebut, perwakilan Dinas Tenaga Kerja dan Industri, Satwasker Banyumas, PT. Ardina Prima, PT. Perta Life Insurance, Pertamina Patra Niaga, FSBMC. Dibantu puluhan aparat Polresta Cilacap untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan.

          Didi Yudi Cahyadi Ketua Komisi D DPRD Cilacap, bertindak selaku pimpinan mediasi, didampingi Taufik Nurhidayat Ketua DPRD, Sindy Syakir Wakil Ketua DPRD, Nike Yunita Wakil Ketua komisi D. Suheri Sekretaris Komisi D dan beberapa anggota Komisi D lainnya, yaitu Romlan, Suwito, Daryono, Murtasimah serta Taryono.

          Sama dengan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT), pegawai yang berstatus PKWT juga berhak mendapatkan pesangon ketika terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Hal ini diatur dalam UU Cipta Kerja Pasal 81 ayat 44. Dalam peraturan ini, pengusaha wajib membayarkan uang pesangon atau Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK) kepada pegawai Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) yang terkena PHK. Dengan adanya Undang-Undang Cipta Kerja, pekerja yang yang berstatus PKWT pun mendapatkan perlindungan lebih dari negara saat terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Adapun besaran uang pesangon tersebut baik PKWT dan PKWTT diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Besaran tersebut berbeda-beda tergantung lamanya masa kerja karyawan tersebut.

          Menyinggung soal kompensasi atau pesangon buruh yang habis masa kontraknya. Eka Nur perwakilan PT. Perta Life Insurance menjelaskan, dalam perjanjian kontrak antara buruh dengan Pertamina Training & Center (PTC) setiap tanggal 31 desember tahun kontrak kompensasi dibayarkan, sedangkan dengan PT. Perta Life Insurance perhitungan asuransinya per usia 55 tahun dibayarkan. Sehingga hal ini menimbulkan perbedaan pemahaman.

          Sementara pihak pekerja menyerahkan sepenuhnya persoalan tersebut kepada FSBMC. Ada tiga tuntutan yaitu menolak penurunan upah, menolak PHK sepihak buruh awak mobil tangki, dan realisasi kompensasi.

Ditanya soal kinerja, Ahmad Zaeni perwakilan Pertamina Patra Niaga Maos hanya melakukan item-item pekerjaan yang diberikan dari Pertamina pusat. Dalam hal ini Pertamina pusat yang melakukan MOU dengan PT Ardina Prima. Dia menyatakan pihaknya telah melakukan pekerjaan sesuai dengan aturan perundang – undangan.

          Dari kesepakatan audensi, 12 pekerja yang di non aktifkan oleh perusahaan tidak akan di PHK hanya diberi pembinaan oleh pihak perusahaan dengan ketentuan harus datang ke kantor PT. Ardina Prima di Semarang.

          Meskipun, pihak PT. Ardina Prima telah menyatakan untuk tidak melakukan PHK terhadap 12 orang pekerja pasca demo 31 Januari 2023, pihaknya hanya akan memberikan pembinaan. Namun Didi Yudi tetap meminta Satwasker untuk mengecek dan segera memberikan jawaban kepada DPRD. Perihal 4 orang pekerja yang di PHK agar pihak Satwasker juga untuk mengecek perusahaan PT. Ardina Prima, apakah sudah memenuhi kriteria pelanggaran, atau memang hanya karena ikut demo kemarin, apakah semua unit juga terjadi rotasi.

          Pada tempat terpisah, Sindy Syakir menyatakan ada masalah besar, ternyata pihak yang bertikai berbeda – beda. Dari Insurance MOU nya dengan Pertamina Training & Center (PTC), sedangkan PTC dibawahnya ada vendor – vendor lokal, padahal pekerjanya dari Refinery Unit IV (RU IV). Menurutnya hal ini harus dilokalisir menjadikan satu rumpun. Dia menjelaskan bahwa pihaknya telah menyerahkan pekerjaan teknis sepenuhnya kepada Satwasker dan Disnakerin, untuk mengecek sejauh mana komitmen antara Buruh dan PT. Ardina Prima selama ini, mulai tahun 2021 sampai 2023. Sudah sesuaikah dengan peraturan perundang-undangan dalam memperlakukan pekerjanya. Terkait dengan 4 orang pekerja yang di PHK, 3 orang yang sedang menjalani proses PHK. Pihaknya sudah meminta Satwasker dan Disnakerin untuk mengecek ke perusahaan, apakah betul ada pelanggaran sehingga terjadi pemutusan hubungan kerja. Harapannya, jika buruh tidak ada pelanggaran, agar dipekerjakan lagi termasuk mengembalikan nama baiknya.

Dari hasil audensi, telah disepakati sebelum tanggal 22 Februari 2023 sudah ada laporan dari Satwasker maupun Disnakerin ke DPRD Cilacap. “Kalau perlu akan kita tindak lanjuti ke Kementerian di Jakarta” jelas Sindy.